Sabtu, 05 April 2014

Senja di Sudut Jakarta (Ingin Aku bilang “Cinta”) BAB 4


Bulan telah berganti dan kami di sibukkan dengan berbagai ujian. Kesibukkan kelas 3 membuat aku dan yang lainnya pulang sore. Tak jarang Nudi memberikanku tumpangan. Kadang ku berharap senja cepat datang, karena saat senjalah aku dan Nudi mempunyai waktu lebih untuk berbincang.

“Cha..”
“iyaa?”
“kamu capek enggak?”
“lumayan sih, kenapa?”
“mau melepas lelah enggak sejenak?”
“mau sih, kenapa emangnya?”
“nonton yuk Cha, lumayan buat menghibur diri”
“haaaahhh?”
“diajak nonton kok malah jawab haah, mau enggak?”
“ gimana yah? Mau sih tapi ini kan udah sore sebentar lagi mau magrib, terus pulangnya nanti gimana?”
“ya enggak gimana-gimana, nanti aku anterin pulang deh sampai rumah”
“tapi kan aku belum izin sama orang rumah, kalau di cariin gimana?”
“ya nanti kita izin dulu, kalau perlu nanti aku yang izinin, gimana?”
“hmmm, gimana yahhh? Enggak deh lain kali aja, lagi pula aku takut”
“takut kenapa?”
“enggak apa-apa, lagi pula tugas lagi banyak, besokkan juga masuk pagi”
“ohh gitu yaudah deh”
“maaf ya, lain kali deh kita nontonnya”
“semoga lain kali itu aku bisa ya”

Sebenarnya aku sangat ingin menonton dengan Nudi, tapi aku tidak bisa, takut akan perasaan yang semakin dalam. Kata orang kesempatan itu hanya datang sekali, dan jika kesempatan itu hilang maka kita akan kehilangan kesempatan itu untuk selamanya,  dan sebenarnya aku tidak ingin kehilangan kesempatan itu, karena perasaan takut yang tak jelas itu aku tak tahu akan kah kesempatan itu akan datang lagi atau akan benar-benar hilang. :(


Setelah ujian nasional dan pengumuman kelulusan telah keluar, perasaan senang tapi sedih menjadi satu. Kehilangan masa-masa SMA dan tentunya aku akan kehilangan dia yang menjadi alasannku datang pagi-pagi kesekolah dan dia yang menjadi alasanku untuk setia berdiri dekat pagar sekolah hanya untuk melihat dirinnya lewat. 

0 komentar:

Posting Komentar